Di sebuah pagi yang sering kali sederhana, namun selalu hangat, Isriana,S.Pd. AUD melangkah memasuki halaman TK Negeri 22 Sikapa.
Embun masih menempel di dedaunan, dan suara tawa kecil anak-anak sudah terdengar dari ujung gerbang. Di momen seperti inilah ia selalu merasa, inilah panggilan hidupku.
Sebagai guru sekaligus kepala TK, Isriana tidak hanya mengurus administrasi, membuat rencana pembelajaran, atau memastikan kelas tertata rapi. Ia hadir sebagai sosok yang menjaga mimpi kecil anak-anak, mimpi yang mungkin belum mereka tahu bentuknya, tetapi sudah ia jaga sejak hari pertama mereka datang dengan seragam mungil dan raut polos penuh harapan.
Ada hal-hal sederhana yang selalu mengisi energinya setiap hari. Senyum ceria dan antusiasme murid-murid adalah yang pertama. Tak ada hiburan yang lebih indah daripada melihat anak-anak datang sambil berlari kecil, memeluk tas mereka, dan memanggil namanya dengan suara penuh semangat.
Setiap tawa mereka bagi Isriana adalah bahan bakar untuk terus bertahan. Di sekolah, ia juga menemukan keluarga kecil yang hangat, para guru, staf, dan orang tua yang bersama-sama menciptakan ruang belajar yang nyaman.
Bagi Isriana, TK Negeri 22 Sikapa bukan lagi sekadar tempat bekerja, ini adalah rumah kedua, tempat nilai, kasih sayang, dan kebersamaan tumbuh.
Dan tentu saja, kurikulum yang menarik dan kreatif membuatnya merasa bebas mengekspresikan kasih sayang lewat pembelajaran. Ia percaya bahwa bermain adalah pintu belajar yang paling indah, dan ia menikmatinya setiap hari.
Namun, di balik senyum yang ia bawa pulang setiap sore, ada duka yang tidak setiap orang lihat.
Keterbatasan sumber daya menjadi salah satu beban terbesar. Terkadang ia harus memutar otak, menjahit ide dari hal-hal sederhana, atau membuat alat peraga dari bahan seadanya. Ia tahu ini bukan sempurna, tetapi ia ingin anak-anak merasakan pembelajaran terbaik yang bisa ia beri.
Ia juga menghadapi perbedaan kemampuan siswa. Setiap anak membawa ritme belajar sendiri, ada yang cepat menangkap, ada yang masih perlu dipeluk rasa percayanya. Dan Isriana, dengan sabar luar biasa, berusaha menyesuaikan diri dengan semua kebutuhan itu. Ia percaya, tidak ada anak yang tertinggal, hanya mereka yang butuh cara berbeda untuk sampai.
Kadang, tantangannya datang dari komunikasi dengan orang tua. Mereka punya harapan tinggi, kadang terlalu tinggi untuk bahu kecil seorang anak. Di sinilah Isriana belajar menjadi jembatan, menjelaskan dengan lembut, merangkul dengan empati, dan tetap menjaga kepercayaan yang selama ini mereka titipkan.
Mengabdi sebagai guru anak usia dini selama 18 tahun lebih bukan pekerjaan ringan. Banyak malam ia pulang dengan tubuh lelah, tetapi hatinya tetap semangat. Ia tahu, dari ruang kelas kecil itu, bermula masa depan yang panjang.
Setiap coretan krayon, setiap huruf pertama yang terbentuk, setiap tawa yang meledak tanpa alasan, semuanya adalah bukti bahwa pekerjaannya tidak sia-sia.
Pada Hari Guru Nasional 2025 ini, Isriana kembali menuliskan hal yang sering ia bisikkan pada dirinya sendiri:
“Saya mengabdi bukan karena kewajiban, tetapi karena cinta.”
Dan mungkin, justru karena itu, ketulusannya terasa oleh siapa saja yang pernah melihatnya bekerja. Di TK Negeri 22 Sikapa, Isriana bukan hanya pendidik.
Ia adalah cahaya kecil yang menjaga harapan. Ia adalah tangan lembut yang membentuk masa depan.
Isriana adalah hati yang memilih untuk tetap tinggal dan mengabdi dengan tulus.(syam)
Posting Komentar untuk "Dari Pelukan Anak-Anak, Isriana Belajar Arti Mengabdi"