Guru Sumber Keteladanan, Teknologi Sumber Pengetahuan: Sinergi Pendidikan Modern

 

        Oleh : Suhriman, S. Pd. M. Pd 

Perkembangan teknologi digital membawa dampak besar dalam dunia pendidikan.

 Informasi kini dapat diperoleh dalam hitungan detik, sementara proses belajar menjadi semakin fleksibel dan tidak terikat ruang serta waktu. Namun, peringatan Hari Guru mengingatkan kita bahwa pendidikan tidak hanya berhenti pada transfer informasi. Lebih dari itu, ia adalah proses memanusiakan manusia dan pada titik inilah guru tetap memegang peran yang tak tergantikan.

Guru sebagai Sumber Keteladanan dan Nilai

Sejak awal, pendidikan Indonesia telah menempatkan guru sebagai figur moral. Ki Hajar Dewantara, dalam Bagian I: Pendidikan (1962, hal. 5–7), mengemukakan asas Ing Ngarso Sung Tulodo, yang menegaskan bahwa guru di depan harus memberi teladan. Konsep ini bukan sekadar semboyan, melainkan filosofi dasar bahwa karakter peserta didik dibentuk oleh contoh nyata, bukan hanya ujaran atau teori.

Pandangan ini sejalan dengan pemikiran John Dewey. Dalam karyanya Democracy and Education (1916, hal. 167), Dewey menegaskan bahwa pendidikan adalah “proses pembentukan pengalaman yang bermakna”, bukan sekadar akumulasi fakta. Dewey menekankan bahwa pengalaman belajar yang bernilai selalu terbentuk dalam interaksi manusiawi, sebuah kualitas yang tidak dapat diberikan oleh teknologi.

Guru berperan membangun pengalaman tersebut melalui keteladanan, empati, dan bimbingan moral. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kedisiplinan hanya tumbuh dari hubungan sosial yang hidup. Teknologi mampu memaparkan konsep moral, tetapi tidak mampu menghayatkannya karena moral membutuhkan contoh, bukan sekadar penjelasan.

Teknologi sebagai Sumber Pengetahuan dan Kemudahan

Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi telah menjadi sumber pengetahuan yang luar biasa. Akses cepat terhadap jurnal, basis data ilmiah, video edukasi, hingga kecerdasan buatan menghadirkan perubahan besar dalam cara peserta didik belajar. Namun teknologi tetaplah alat, ia tidak memiliki orientasi dan arah pedagogis tanpa bimbingan manusia.

Dalam Teaching as a Design Science (Laurillard, 2012, hal. 25–28), Diana Laurillard menegaskan bahwa teknologi pendidikan hanya efektif apabila dibingkai oleh desain pembelajaran yang dibuat guru. Teknologi dapat memperluas pengalaman belajar, tetapi tidak dapat menentukan apakah pengalaman itu bermakna atau tidak. Ini menunjukkan bahwa teknologi bukan pengganti, tetapi pendukung.

Paulo Freire, dalam Pedagogy of the Oppressed (1970, hal. 45–47), mengkritik model pendidikan yang hanya “menyimpan” informasi dalam diri peserta didik. Freire menyebutnya “banking concept of education”, sebuah proses yang pasif dan mekanistik. Teknologi cenderung mengulang pola ini apabila tidak diimbangi peran guru sebagai fasilitator dialog kritis. Menurut Freire, pendidikan sejati lahir dari dialog, kesadaran kritis, dan relasi manusia, bukan dari sekadar tumpukan informasi.

Sinergi Guru dan Teknologi dalam Pendidikan Modern

Pendidikan abad ke-21 bukan memilih antara guru atau teknologi; melainkan menggabungkan keduanya. Guru memberi bingkai moral, nilai, dan arah, sementara teknologi menyediakan data, efisiensi, dan variasi pengalaman belajar.

Sinergi ini dapat dipahami melalui tiga fungsi utama:

1. Teknologi memperkaya akses pengetahuan

Informasi, simulasi, dan multimedia memperluas cakrawala belajar.

2. Guru memaknai dan menyaring informasi

Di era banjir informasi, guru menjadi kurator keilmuan dan penjaga validitas.

3. Guru membentuk karakter, teknologi mempermudah proses

Akhlak, kepekaan sosial, dan integritas tidak dapat dibentuk oleh algoritma.

Dalam perspektif teoritis, sinergi ini menciptakan pendidikan yang lebih holistik, peserta didik menjadi cakap secara intelektual sekaligus matang secara moral.

Penutup

Hari Guru adalah pengingat bahwa pendidikan tidak pernah netral. Ia selalu mengandung nilai, dan nilai itu dibawa oleh manusia bernama guru. Teknologi dapat menggantikan sebagian fungsi kognitif, tetapi tidak akan pernah menggantikan fungsi kemanusiaan.

Sebagaimana dikatakan Ki Hajar Dewantara (1962), guru adalah “pamong” penuntun arah hidup.

Dan teknologi, sebagaimana digarisbawahi Laurillard (2012), hanyalah alat yang menunggu arahan.

Maka, pendidikan terbaik hadir ketika guru menghidupkan nilai, dan teknologi mempermudah pengetahuan. Keduanya saling menguatkan, membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter.

Penulis Adalah: Guru UPTD SDN 44 BARRU Dan Dosen ITBA ALGAZALI BARRU 


 

Posting Komentar untuk "Guru Sumber Keteladanan, Teknologi Sumber Pengetahuan: Sinergi Pendidikan Modern"