Di awal tahun 2025, di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, sebuah dapur sederhana berdiri dengan semangat yang tak sederhana.
Dapur itu bukan sekadar tempat memasak, tetapi menjadi simbol kepedulian dan perjuangan Makan Bergizi Gratis (MBG), program prioritas Presiden RI yang memberi harapan baru bagi anak-anak sekolah dan kelompok rentan.
Di balik dapur pelopor itu, ada sosok Ramli Usman, anak petani kelahiran Gowa, berdarah Bugis Barru Bone, yang hidupnya ditempa oleh perjuangan. Ia bukan pejabat, bukan tokoh partai, tetapi seorang aktivis lintas organisasi yang percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari satu piring makanan bergizi.
Awal Agustus lalu, Ramli melangkahkan kakinya ke Jakarta. Tujuannya: bertemu langsung dengan Brigjen TNI (Purn) M. Risal Salewangang, Direktur Kerja Sama dan Kemitraan Badan Gizi Nasional (BGN).
Pertemuan yang semula direncanakan di kantor pusat BGN di Jakarta Pusat, akhirnya berlangsung di Hotel Avensel, Bekasi-Cibubur, berbarengan dengan agenda Rapat Percepatan Verifikasi BGN.
Risal Salewangang, yang juga putra daerah Gowa, menyambut Ramli dengan hangat. Di sela obrolan, ia menegaskan satu hal penting, “Menjadi mitra BGN itu gratis, tanpa biaya sepeserpun. MBG bisa diakses siapa pun, bukan milik pejabat atau partai. Bukti nyatanya ya kamu, Ramli, aktivis yang membangun dapur pelopor di Sulsel dan sudah operasional sejak Januari.”
Pesan itu dilengkapi dengan nasihat pribadi yang sederhana namun dalam: “Setiap ada dapur baru, jangan lupa sedekah Jumat dan beri makan minimal 40 anak yatim. Insya Allah rezekimu akan lancar.”
Di kesempatan yang sama, Ramli juga diperkenalkan langsung kepada Kepala BGN, Dr. Ir. Dadan Hindayana. Bahkan, ia mendapat tawaran untuk mengembangkan dapur MBG ke daerah lain di luar Sulawesi Selatan—Papua, Kalimantan, hingga Maluku.
Tawaran ini menjadi bukti bahwa kiprah dari sebuah dapur kecil di Barru telah menggema hingga tingkat nasional.
Namun, Ramli bukan hanya penggerak MBG. Ia pernah menjadi Eksekutif Produser film Melawan Takdir (2018), sebuah film motivasi pendidikan yang mengisahkan perjalanan hidup Prof. Hamdan Juhannis, Ph.D., dari desa kecil di Bone hingga menjadi profesor termuda di masanya.
Dari sosok Hamdan-lah, Ramli belajar arti kerja keras, keteguhan hati, dan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Hamdan sendiri lahir dari keluarga miskin.
Ayahnya wafat saat ia masih kecil, ibunya buta huruf latin, menopang hidup keluarga dengan menenun sarung. Dari tenunan itu, Hamdan bersekolah hingga meraih beasiswa ke Kanada (S2) dan Australia (S3). Kini, ia memimpin UIN Alauddin Makassar untuk periode kedua (2023–2027).
Bagi Ramli, Hamdan bukan hanya idola, tetapi juga kompas hidup. “Saya berharap suatu saat beliau menjadi tokoh nasional dari Sulawesi Selatan, bahkan menteri di masa depan,” ucap Ramli dengan penuh keyakinan.
Dari dapur sederhana di Barru hingga meja pertemuan strategis di Jakarta, perjalanan Ramli Usman adalah kisah tentang keberanian untuk memulai, kesabaran untuk membangun, dan keyakinan bahwa setiap langkah kecil bisa mengubah arah masa depan bangsa—mulai dari satu piring makanan bergizi. (syam md)
Posting Komentar untuk "Ramli Usman: Dari Dapur Barru ke Pintu Gerbang Nasional"